Powered By Blogger

Saturday, January 17, 2009

PROSES PEMANASAN GLOBAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KESEHATAN MANUSIA

LATAR BELAKANG

Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan Pemanasan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu dikarenakan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Perubahan iklim saat ini bukan lagi wacana yang mengawan-awan, tapi sudah mulai terasa bahkan telah menjadi momok yang menakutkan bagi warga bumi, tengoklah beberapa kejadian alam di berbagai belahan bumi seperti naiknya permukaan air laut dan kondisi cuaca yang tak menentu serta suhu udara makin meningkat.Tak pelak peringatan hari lingkungan hidup se-dunia mengumandangkan isu ini. Gejala alam tersebut mulai diteliti secara aktif mulai dekade tahun 1980-an dan hasilnya sangat mengejutkan para ahli lingkungan karena kengerian akan dampak yang dikuatirkan muncul kemudian, Gejala alam tersebut mulai diteliti secara aktif mulai dekade tahun 1980-an dan hasilnya sangat mengejutkan para ahli lingkungan karena kengerian akan dampak yang dikuatirkan muncul kemudian.Pemanasan bumi sebenarnya hal yang biasa, sejarah planet bumi terus menghangat dan mendingin berkali-kali selama 4,65 milyar tahun. Seperti apa proses terjadinya?, bumi yang kita huni memiliki lapisan atmosfer yang melindunginya dari dampak radisai sinar matahari. Setiap hari, panas matahari masuk ke bumi menembus lapisan atmosfir, berupa radiasi gelombang pendek. Sebagian diserap bumi, dan sisanya dipantulkan lagi ke angkasa sebagai gelombang panjang.
Menurut para ahli cuaca internasional sebagaimana yang dikutip Radio Nederland memperkirakan bahwa planet bumi bakal mengalami kenaikan suhu rata-rata 3,5 derajat Celcius memasuki abad mendatang sebagai efek akumulasi penumpukan gas tersebut. Carbon Dioksida (CO2) dan beberapa jenis gas lainnya (CH4, N2O, CFC), sisa pembakaran bahan bakar minyak bumi ternyata telah memenuhi atmosfer bumi dan seolah menciptakan dinding kaca yang menjebak panas sinar matahari tertahan di permukaan bumi, fenomena ini dikenal sebagai efek rumah kaca

FAKTOR-FAKTOR PEMICU PEMANASAN GLOBAL
1. Berdasarkan hasil pengamatan para ahli menunjukkan bahwa dalam satu abad terakhir ini telah terjadi peningkatan suhu secara global atau yang dikenal Global Warming. ”Peningkatan ini menyebabkan terjadinya efek rumah kaca sehingga suhu udara di bumi meningkat, yang dikenal dengan nama Pemanasan Global serta terjadinya pola perubahan iklim,”kata Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Ir Rachmat Witoelar saat pembukaan pekan lingkungan hidup Indonesia di Taman Buah Mekar Sari Bogor beberapa waktu lalu.



Menurut Racmat Witoelar, kondisi lingkungan global yang kian memburuk dipicu oleh pembangunan di berbagai negara di dunia yang kurang berwawasan lingkungan. “Karenanya itu lanjut Rachmat, dalam peringatan hari lingkungan, Indonesia menetapkan tema ”Iklim Berubah, Waspadalah Terhadap Lingkungan!,”. Tema tersebut mengingatkan seluruh pihak agar mengantisipasi dampak perubahan iklim secara global akibat meningkatnya rumah kaca yang berlebihan karena pembakaran bahan fosil oleh penduduk dunia.
Carbon Dioksida (CO2) dan beberapa jenis gas lainnya (CH4, N2O, CFC), sisa pembakaran bahan bakar minyak bumi ternyata telah memenuhi atmosfer bumi dan seolah menciptakan dinding kaca yang menjebak panas sinar matahari tertahan di permukaan bumi, fenomena ini dikenal sebagai efek rumah kaca.
2. Menurut pakar yang berasal dari Denmark , yaitu Henrik Svensmark and Eigil Friis-Christensen. Menurutnya , faktor utama yang kemungkinan besar menjadi penyebab utama dari perubahan iklim di Bumi adalah sinar kosmik, dan bukan gas rumah kaca. Sekitar sepuluh tahun yang lalu mereka berhipotesa bahwa sinar kosmik dari angkasa mempengaruhi iklim di Bumi dengan cara mempengaruhi pembentukan awan di atmosfer bagian bawah. Hipotesa ini didasarkan pada adanya korelasi yang kuat antara tingkat radiasi kosmik dan penutupan awan dimana semakin besar radiasi kosmik semakin besar pula penutupan awan. Awan mendinginkan iklim di Bumi karena ia memantulkan kembali sekitar 20% radiasi Matahari ke angkasa.Menurut mereka, selama abad ke-20 pemasukan (influx) cahaya kosmik berkurang akibat berlipatgandanya medan magnetik Matahari yang memperisai (menghalangi) Bumi dari sinar kosmik. Berdasarkan pada hipotesa di atas, sedikitnya radiasi kosmik berarti sedikit pulalah terjadinya pembentukan awan di atmosfer Bumi. Akibatnya, suhu di Bumi menjadi hangat, seperti yang terjadi sekarang ini.

3. Menurut Prof. Andresen yang pakar termodnamika, adalah tidak mungkin
berbicara tentang suhu sendirian pada sesuatu yang rumit seperti iklim di Bumi. Suhu hanya bisa ditentukan pada sebuah sistem yang homogen. Lebih dari itu, iklim tidak dibentuk oleh suhu sendirian. Perbedaan suhu akan menyebabkan terjadinya sebuah proses dan menghasilkan badai, arus laut dan lain-lain yang membentuk iklim. Menurut beliau metode yang sekarang digunakan untuk menentukan suhu global dan kesimpulan yang diambil dari metode tersebut lebih bersifat politis daripada ilmiah
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan





Penyebab pemanasan global

Efek rumah kaca

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.
Efek umpan balik
Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.






Variasi Matahari


Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.

Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.

Mengukur pemanasan global




Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa
Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai. Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya. Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001,Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktifitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali. Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan resiko populasi yang sangat besar.
Model iklim

Prakiraan peningkatan temperature terhadap beberapa skenario kestabilan (pita berwarna) berdasarkan Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Garis hitam menunjukkan prakiraan terbaik; garis merah dan biru menunjukkan batas-batas

Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Para ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat.Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca di masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan temperature global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim. Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim di masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.
Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL
Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
Iklim mulai tidak stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembabantersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan . Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
Peningkatan Permukaan Laut


Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
Suhu Global Cenderung Meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
Gangguan Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.


Dampak Sosial Dan Politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
Perdebatan tentang pemanasan global
Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah temperatur benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan di masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan temperatur. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah.
Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.
Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutama sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan sebagian sinar matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih.
Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil analisa baru tentang temperatur air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: temperatur laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada temperatur rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti.
Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.
Pengendalian pemanasan global
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.

Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbon dioksida sama sekali.
Persetujuan internasional
Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.
Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.
Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon dioksida.
Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para negoisator merancang sistem di mana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa.

Dampak kesehatan

Substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernapasan. Jauhnya penetrasi zat pencemar ke dalam tubuh bergantung kepada jenis pencemar. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru. Dari paru-paru, zat pencemar diserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.Dampak kesehatan yang paling umum dijumpai adalah ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), termasuk di antaranya, asma, bronkitis, dan gangguan pernapasan lainnya. Beberapa zat pencemar dikategorikan sebagai toksik dan karsinogenik.Studi ADB memperkirakan dampak pencemaran udara di Jakarta yang berkaitan dengan kematian prematur, perawatan rumah sakit, berkurangnya hari kerja efektif, dan ISPA pada tahun 1998 senilai dengan 1,8 trilyun rupiah dan akan meningkat menjadi 4,3 trilyun rupiah di tahun 2015.

Dampak terhadap tanaman
Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat terganggu pertumbuhannya dan rawan penyakit, antara lain klorosis, nekrosis, dan bintik hitam. Partikulat yang terdeposisi di permukaan tanaman dapat menghambat proses fotosintesis.

Hujan asam

pH normal air hujan adalah 5,6 karena adanya CO2 di atmosfer. Pencemar udara seperti SO2 dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan menurunkan pH air hujan. Dampak dari hujan asam ini antara lain:

1.Mempengaruhi kualitas air permukaan
2.Merusak tanaman
3.Melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan


Efek rumah kaca

Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon, dan N2O di lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan menimbulkan fenomena pemanasan global.
Dampak dari pemanasan global adalah:

1.Pencairan es di kutub
2.Perubahan iklim regional dan global
3.Perubahan siklus hidup flora dan fauna

DAFTAR PUSTAKA
LINKS:
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global
http://www.indomi.co.cc/2008/10/dampak-polusi-udara-bagi.html
http://agusset.wordpress.com/2007/03/27/pemanasan-global-hoax-kah/

Monday, January 12, 2009

PENGONTROLAN INFEKSI


PENDAHULUAN

Kesehatan yang baik tergantung sebagian pada lingkungan yang aman. Praktisi atau teknisi yang memantau atau mencegah penularan infeksi membantu melindungi klien dan pekerja kesehatan dari penyakit. Setiap tahun diperkirakan 2 juta pasien mengalami infeksi saat dirawat di Rumah Sakit. Hal ini terjadi karena pasien yang dirawat di Rumah Sakit mempunyai daya tahan tubuh yang melemah sehingga resistensi terhadap mikroorganisme penyebab penyakit menjadi turun, adanya peningkatan paparan terhadap berbagai mikroorganisme dan dilakukannya prosedur invasive terhadap pasien di Rumah Sakit. Mikroorganisme bisa eksis di setiap tempat, dalam air, tanah, permukaan tubuh seperti kulit, saluran pencernaan dan area terbuka lainnya. Infeksi yang di derita pasien karena dirawat di Rumah Sakit, dimana sebelumnya pasien tidak mengalami infeksi tersebut dinamakan infeksi nosokomial. Menurut Patricia C Paren, pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi.
Infeksi nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien yang lain, alat dan bahan yang digunakan untuk pengobatan maupun dari lingkungan Rumah Sakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial antara lain: faktor internal (seperti usia, penggunaan obat, penyakit penyerta, malnutrisi, kolonisasi flora normal tubuh, personal hygiene yang rendah, perilaku personal dll) serta faktor eksternal (seperti banyaknya petugas kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, banyaknya prosedur invasif, lama tinggal di RS, lingkungan yang terkontaminasi dll). Dengan cara mempraktikkan teknik pencegahan dan pengendalian infeksi, perawat dapat menghindarkan penyebaran mikroorganisme terhadap klien.
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme dan berproliferasi dalam jaringan tubuh. (Kozier, et al, 1995). Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.
Mikroorganisme yang bisa menimbulkan penyakit disebut pathogen (agen infeksi), sedangkan mikroorganisme yang tidak menimbulkan penyakit/kerusakan disebut asimtomatik. Penyakit timbul jika pathogen berkembang biak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Jika penyakit bisa ditularkan dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular (contagius). Mikroorganisme mempunyai keragaman dalam virulensi/keganasan dan juga beragam dalam menyebabkan beratnya suatu penyakit yang disebabkan.

TIPE MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI
Penyebab infeksi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
Bakteri
Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies bakteri dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat hidup didalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah, makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya.
Virus
Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus masuk dalam sel hidup untuk diproduksi.
Fungi
Fungi terdiri dari ragi dan jamur
Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit adalah protozoa, cacing dan arthropoda.

TIPE INFEKSI
Kolonisasi
Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme menjadi flora yang menetap/flora residen. Mikroorganisme bisa tumbuh dan berkembang biak tetapi tidak dapat menimbulkan penyakit. Infeksi terjadi ketika mikroorganisme yang menetap tadi sukses menginvasi/menyerang bagian tubuh host/manusia yang sistem pertahanannya tidak efektif dan patogen menyebabkan kerusakan jaringan.
Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana mikroorganisme tinggal.
Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian tubuh yang lain dan menimbulkan kerusakan.
Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri
Septikemia : multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari infeksi sistemik
Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat
Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang lama (dalam hitungan bulan sampai tahun)

RANTAI INFEKSI
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai faktor yang mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit, cara penularan, portal of entry dan host/ pejamu yang rentan.
Agen Infeksi
Host/ Pejamu
Portal de Entry
Cara Penularan
Portal de Exit
Reservoir

AGEN INFEKSI
Microorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa merupakan flora transient maupun resident. Organisme transient normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak di kulit. Organisme transien melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan obyek atau orang lain dalam aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan, kecuali dihilangkan dengan cuci tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa kecuali bila gosokan dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah microorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan dari host/penjamu.

RESERVOAR (sumber mikroorganisme)
Adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik berkembang biak atau tidak. Yang bisa berperan sebagai reservoir adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, misalnya di kulit, mukosa, cairan maupun drainase. Adanya microorganisme patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit pada hostnya. Sehingga reservoir yang di dalamnya terdapat mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain menjadi sakit (carier). Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam reservoar jika karakteristik reservoarnya cocok dengan kuman. Karakteristik tersebut yaitu oksigen, air, suhu, pH, dan pencahayaan.

PORTAL OF EXIT (jalan keluar)
Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus menemukan jalan keluar (portal of exit untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoarnya. Jika reservoarnya manusia, kuman dapat keluar melalui saluran pernapasan, pencernaan, perkemihan, genitalia, kulit dan membrane mukosa yang rusak serta darah.

CARA PENULARAN
Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan berbagai cara seperti kontak langsung dengan penderita melalui oral, fekal, kulit atau darahnya;kontak tidak langsung melalui jarum atau balutan bekas luka penderita; peralatan yang terkontaminasi; makanan yang diolah tidak tepat; melalui vektor nyamuk atau lalat.

PORTAL MASUK
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute atau jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk ke dalam tubuh.

DAYA TAHAN HOSPES (MANUSIA)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.


PROSES INFEKSI
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit. Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan hal tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon imun spesifik disebut hospes yang terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan hospes bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum yang berkaitan dengan hospes yang melemah adalah: infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker tertentu. Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut:
Periode inkubasi
Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya gejala pertama.
Contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, mumps/gondongan 18 hari
Tahap prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.
Tahap sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi. Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan sakit telinga, demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.
Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi

PERTAHANAN TERHADAP INFEKSI
Tubuh memiliki pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal tubuh yang tinggal di dalam dan luar tubuh melindungi seseorang dari beberapa patogen. Setiap sistem organ memiliki mekanisme pertahanan terhadap agen infeksius. Flora normal, sistem pertahanan tubuh dan inflamasi adalah pertahanan nonspesifik yang melindungi terhadap mikroorganisme.
Flora normal
Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang ada pada lapisan permukaan dan di dalam kulit, saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal. Manusia secara normal mengekskresi setiap hari trilyunan mikroba melalui usus. Flora normal biasanya tidak menyebabkan sakit tetapi justru turut berperan dalam memelihara kesehatan. Flora ini bersaing dengan mikroorganisme penyebab penyakit unuk mendapatkan makanan. Flora normal juga mengekskresi substansi antibakteri dalam dinding usus. Flora normal kulit menggunakan tindakan protektif dengan meghambat multiplikasi organisme yang menempel di kulit. Flora normal dalam jumlah banyak mempertahankan keseimbangan yang sensitif dengan mikroorganisme lain untuk mencegah infeksi. Setiap faktor yang mengganggu keseimbangan ini mengakibatkan individu semakin berisiko mendapat penyakit infeksi.
Pertahanan sistem tubuh
Sejumlah sistem organ tubuh memiliki pertahanan unik terhadap mikroorganisme. Kulit, saluran pernafasan dan saluran gastrointestinal sangat mudah dimasuki oleh mikroorganisme. Organisme patogen dengan mudah menempel pada permukaan kulit, diinhalasi melalui pernafasan atau dicerna melalui makanan. Setiap sistem organ memiliki mekanisme pertahanan yang secara fisiologis disesuaikan dengan struktur dan fungsinya. Berikut ini adalah mekanisme pertahankan normal terhadap infeksi:
No
Mekanisme pertahanan
Faktor pengganggu pertahanan
1.
Kulit
a. Permukaan, lapisan yang utuh

b. Pergantian lapisan kulit paling luar
c. Sebum


Luka abrasi, luka pungsi, daerah maserasi
Mandi tidak teratur
Mandi berlebihan
2.
Mulut
a. Lapisan mukosa yang utuh
b. Saliva

Laserasi, trauma, cabut gigi
Higiene oral yang tidak baik, dehidrasi
3.
Saluran pernafasan
a. Lapisan silia di jalan nafas bagian atas diselimuti oleh mukus

b. Makrofag

Merokok, karbondioksida & oksigen konsentrasi tinggi, kurang lembab, air dingin
Merokok

4.
Saluran urinarius
a. Tindakan pembilasan dari aliran urine


b. Lapisan epitel yang utuh

Obstruksi aliran normal karena pemasangan kateter, menahan kencing, obstruksi karena pertumbuhan tumor.
Memasukkan kateter urine, pergerakan kontinyu dari kateter dalam uretra.
5.
Saluran gastrointestinal
a. Keasaman sekresi gaster
b. Peristaltik yang cepat dalam usus kecil

Pemberian antasida
Melambatnya motilitas karena pengaruh fekal atau obstruksi karena massa
6.
Vagina
a. Pada puberitas, flora normal menyebabkan sekresi vagina untuk mencapai pH yang rendah

Antibiotik dan kontrasepsi oral mengganggu flora normal


Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan menghantarkan cairan, produk darah dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah cidera. Proses ini menetralisasi dan mengeliminasi patogen atau jaringan mati (nekrotik) dan memulai cara-cara perbaikan jaringa tubuh. Tanda inflamasi termasuk bengkak, kemerahan, panas, nyeri/nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian tubuh yang terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik akan muncul tanda dan gejala demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah dan pembesaran kelenjar limfe.
Respon inflamasi dapat dicetuskan oleh agen fisik, kimiawi atau mikroorganisme. Respon inflamasi termasuk hal berikut ini:
a. respon seluler dan vaskuler
Arteriol yang menyuplai darah yang terinfeksi atau yang cidera berdilatasi, memungkinkan lebih banyak darah masuk dala sirkulasi. Peningkatan darah tersebut menyebabkan kemerahan pada inflamasi. Gejala hangat lokal dihasilkan dari volume darah yang meningkat pada area yang inflamasi. Cidera menyebabkan nekrosis jaringan dan akibatnya tubuh mengeluarkan histamin, bradikinin, prostaglandin dan serotonin. Mediator kimiawi tersebut meningkatkan permeabilitas pembuluh darah kecil. Cairan, protein dan sel memasuki ruang interstisial, akibatnya muncul edema lokal.
Tanda lain inflamasi adalah nyeri. Pembengkakan jaringan yang terinflamasi meningkatkan tekanan pada ujung syaraf yang mengakibatkan nyeri. Substansi kimia seperti histamin menstimuli ujung syaraf. Sebagai akibat dari terjadinya perubahan fisiologis dari inflamasi, bagian tubuh yang terkena biasanya mengalami kehilangan fungsi sementara dan akan kembali normal setelah inflamasi berkurang.
b. pembentukan eksudat inflamasi
akumulasi cairan dan jaringan mati serta SDP membentuk eksudat pada daerah inflamasi. Eksudat dapat berupa serosa (jernih seperti plasma), sanguinosa (mengandung sel darah merah) atau purulen (mengandung SDP dan bakteri). Akhirnya eksudat disapu melalui drainase limfatik. Trombosit dan protein plasma seperti fibrinogen membentuk matriks yang berbentuk jala pada tempat inflamasi untuk mencegah penyebaran.
c. perbaikan jaringan
Sel yang rusak akhirnya digantikan oleh sel baru yang sehat. Sel baru mengalami maturasi bertahap sampai sel tersebut mencapai karakteristik struktur dan bentuk yang sama dengan sel sebelumnya

Respon imun
Saat mikroorganisme masuk dalam tubuh, pertama kali akan diserang oleh monosit. Sisa mikroorganisme tersebut yang akan memicu respon imun. Materi asing yang tertinggal (antigen) menyebabkan rentetan respon yang mengubah susunan biologis tubuh. Setelah antigen masuk dala tubuh, antigen tersebut bergerak ke darah atau limfe dan memulai imunitas seluler atau humural.
1. Imunitas selular
Ada kelas limfosit, limfosit T (CD4T) dan limfosit B (sel B). Limfosit T memainkan peran utama dalam imunitas seluler. Ada reseptor antigen pada membran permukaan limfosit CD4T. Bila antigen bertemu dengan sel yang reseptor permukaannya sesuai dengan antigen, maka akan terjadi ikatan. Ikatan ini mengaktifkan limfosit CD4T untuk membagi diri dengan cepat untuk membentuk sel yang peka. Limfosit yang peka bergerak ke daerah inflamasi, berikatan dengan antigen dan melepaskan limfokin. Limfokin menarik & menstimulasi makrofag untuk menyerang antigen
2. Imunitas humoral
Stimulasi sel B akan memicu respon imun humoral, menyebabkan sintesa imunoglobulin/antibodi yang akan membunuh antigen. Sel B plasma dan sel B memori akan terbentuk apabila sel B berikatan dengan satu antigen. Sel B mensintesis antibodi dalam jumlah besar untuk mempertahankan imunitas, sedangkan sel B memori untuk mempersiapkan tubuh menghadapi invasi antigen.
3. Antibodi
Merupakan protein bermolekul besar, terbagi menjadi imunoglobulin A, M, D, E, G. Imunoglobulin M dibentuk pada saat kontak awal dengan antigen, sedangkan IgG menandakan infeksi yang terakhir. Pembentukan antibodi merupakan dasar melakukan imunisasi.
4. Komplemen
Merupakan senyawa protein yang ditemukan dalam serum darah. Komplemen diaktifkan saat antigen dan antibodi terikat. Komplemen diaktifkan, maka akan terjadi serangkaian proses katalitik.
5. Interferon
Pada saat tertentu diinvasi oleh virus. Interferon akan mengganggu kemampuan virus dalam bermultiplikasi.

Infeksi Nosokomial
Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium, yang berarti rumah sakit. Maka, kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah sakit" kata infeksi cukup jelas artinya, yaitu terkena hama penyakit.Menurut Patricia C Paren, pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi Infeksi nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien yang lain, alat dan bahan yang digunakan untuk pengobatan maupun dari lingkungan Rumah Sakit
Unit perawatan intensif (UPI) merupakan area dalam RS yang berisiko tinggi terkena Inos. Alasan ruang UPI berisiko terjadi infeksi nosokomial:
• Klien di ruang ini mempunyai penyakit kritis
• Peralatan invasif lebih banyak digunakan di ruang ini
• Prosedur invasif lebih banyak dilakukan
• Seringkali prosedur pembedahan dilakukan di ruang ini karena kondisi darurat
• Penggunaan antibiotik spektrum luas
• Tuntutan tindakan yang cepat membuat perawat lupa melakukan tehnik aseptik
Infeksi iatroigenik merupakan jenis inos yg diakibatkan oleh prosedur diagnostik (ex:infeksi pada traktus urinarius yg terjadi setelah insersi kateter). Inos dapat terjadi secara eksogen dan endogen. Infeksi eksogen didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan merupakan flora normal. Infeksi endogen terjadi bila sebagian dari flora normal klien berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan.
Faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi klien:
• Jumlah tenaga kesehatan yang kontak langsung dng pasien
• Jenis dan jumlah prosedur invasif
• Terapi yang diterima
• Lamanya perawatan
Penyebab infeksi nosokomial meliputi:
Traktus urinarius:
n Pemasangan kateter urine
n Sistem drainase terbuka
n Kateter dan selang tdk tersambung
n Obstruksi pada drainase urine
n Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Traktus respiratorius:
n Peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi
n Tdk tepat penggunaan tehnik aseptif saat suction
n Pembuangan sekresi mukosa yg kurang tepat
n Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Luka bedah/traumatik:
n Persiapan kulit yg tdk tepat sblm pembedahan
n Tehnik mencuci tangan tidak tepat
n Tdk memperhatikan tehnik aseptif selama perawatan luka
n Menggunakan larutan antiseptik yg terkontaminasi
Aliran darah:
l Kontaminasi cairan intravena saat penggantian
l Memasukkan obat tambahan dalam cairan intravena
l Perawatan area insersi yg kurang tepat
l Jarum kateter yg terkontaminasi
l Tehnik mencuci tangan tidak tepat

Asepsis
Asepsis berarti tidak adanya patogen penyebab penyakit. Tehnik aseptik adalah usaha yang dilakukan untuk mempertahankan klien sedapat mungkin bebas dari mikroorganisme. Asepsis terdiri dari asepsis medis dan asepsis bedah. Asepsis medis dimaksudkan untuk mencegah penyebaran mikroorganisme. Contoh tindakan: mencuci tangan, mengganti linen, menggunakan cangkir untuk obat. Obyek dinyatakan terkontaminasi jika mengandung/diduga mengandung patogen. Asepsis bedah, disebut juga tehnik steril, merupakan prosedur untuk membunuh mikroorganisme. Sterilisasi membunuh semua mikroorganisme dan spora, tehnik ini digunakan untuk tindakan invasif. Obyek terkontaminasi jika tersentuh oleh benda tidak steril. Prinsip-prinsip asepsis bedah adalah sebagai berikut:
n Segala alat yang digunakan harus steril
n Alat yang steril akan tidak steril jika tersentuh
n Alat yang steril harus ada pada area steril
n Alat yang steril akan tidak steril jika terpapar udara dalam waktu lama
n Alat yang steril dapat terkontaminasi oleh alat yang tidak steril
n Kulit tidak dapat disterilkan


Tehnik isolasi
Merupakan cara yang dibuat untuk mencegah penyebaran infeksi atau mikroorganisme yang bersifat infeksius bagi kesehatan individu, klien dan pengunjung. Dua sistem isolasi yang utama adalah:
n Centers for disease control and prevention (CDC) precaution
n Body Subtance Isolation (BSI) System
CDC meliputi prosedur untuk:
n Category-Specific Isolation precaution
n Disease-Specific Isolation
n Universal precaution

Category-Specific Isolation precaution meliputi:
1. Strict isolation
n Untuk wabah dipteri pneumonia, varicella
n Untuk mencegah penyebaran lewat udara
n Perlu ruangan khusus, pintu harus dalam keadaan tertutup
n Setiap orang yang memasuli ruangan harus menggunakan gaun, cap dan sepatu yang direkomendasikan
n Harus menggunakan masker
n Harus menggunakan sarung tangan
n Perlu cuci tangan setiap kontak
n Menggunakan disposal
2. Contact isolation
Untuk infeksi pernafasan akut, influensa pada anak-anak, infeksi kulit, herpes simplex, rubela scabies
Mencegah penyebaran infeksi dengan membatasi kontak
Perlu ruangan khusus
Harus menggunakan gaun jika ada cairan
Harus menggunakan masker jika kontak dengan klien
Memakai sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal
3. Respiratory isolation
§ Untuk epiglotis, meningitis, pertusis, pneumonia dll
§ Untuk mencegah penyebaran infeksi oleh tisu dan droplet pernapasan karena batuk, bersin, inhalasi
§ Perlu ruangan khusus
§ Tidak perlu gaun
§ Harus memakai masker
§ Tidak perlu menggunakan sarung tangan
§ Perlu cuci tangan setiap kontak
§ Menggunakan disposal
4. Tuberculosis isolation
§ Untuk TBC
§ Untuk mencegah penyebaran acid fast bacilli
§ Perlu ruangan khusus dengan tekanan negatif
§ Perlu menggunakan gaun jika pakaian terkontaminasi
§ Harus memakai masker
§ Tidak perlu menggunakan sarung tangan
§ Perlu cuci tangan setiap kontak
§ Bersihkan disposal dan disinfektan meskipun jarang menyebabkan perpindahan penyakit
5. Enteric precaution
§ Untuk hepatitis A, gastroenteritis, demam tipoid, kolera, diare dengan penyebab infeksius, encepalitis, meningitis
§ Untuk mencegah penyebaran infeksi melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan feces
§ Perlu runagn khusus jika kebersihan klien buruk
§ Perlu gaun jika pakaian terkontaminasi
§ Tidak perlu masker
§ Perlu sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
§ Perlu cuci tangan setiap kontak
§ Menggunakan disposal
6. Drainage/ secretion precaution
§ Untuk drainasi lesi, abses, infeksi luka bakar, infeksi kulit, luka dekubitus, konjungtivis
§ Mencegah penyebaran infeksi, membatasi kontak langsung maupun tidak langsung dengan material tubuh
§ Tidak perlu ruangan khusus kecuali kebersihan klien buruk
§ Perlu gaun jika pakaian terkontaminasi
§ Tidak perlu masker
§ Perlu sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
§ Perlu cuci tangan setiap kontak
§ Menggunakan disposal
7. Blood/ body fluid precaution
§ Untuk hepatitis b, sipilis, AIDS, malaria
§ Mencegah penyebaran infeksi, membatasi kontak langsung maupun tidak langsung dengan cairan tubuh
§ Tidak perlu ruangan khusus kecuali kebersihan klien buruk
§ Perlu gaun jika pakaian terkontaminasi
§ Tidak perlu masker
§ Perlu sarung tangan jiak menyentuh darah dan cairan tubuh
§ Perlu cuci tangan setiap kontak
§ Menggunakan disposal

Disease-Specific Isolation
n Untuk pencegahan penyakit specifik
n Contoh tuberkulosis paru
n Kamar khusus
n Gunakan masker
n Tidak perlu sarung tangan

Body Subtance Isolation (BSI) System
Tujuan
n Mencegah transmisi silang mikroorganisme
n Melindungi tenaga kesehatan dari mikroorganisme dari klien
Elemen BSI
n Cuci tangan
n Memakai sarung tangan bersih
n Menggunakan gaun, masker, cap, sepatu, kacamata
n Membuang semua alat invasif yg telah digunakan
n Tempat linen sebelum dicuci
n Tempatkan diposibel pada sebuah plastik
n Cuci dan sterilkan alat yang telah digunakan
n Tempatkan semua specimen pada plastik sebelum ditranport ke laboratorium

Pencegahan infeksi di rumah:
n Cuci tangan
n Jaga kebersihan kuku
n Gunakan alat-alat personal
n Cuci sayuran dan buah sebelum dimakan
n Cuci alat yang akan digunakan
n Letakkan alat-alat yang terinfeksi pada plastik
n Bersihkan seprei
n Cegah betuk, bersin, bernapas langsung dengan orang lain
n Perhatian pada tanda dan gejala infeksi
n Pertahankan intake

Proses Keperawatan
Pengkajian
Perawat mengkaji hal-hal dibawah ini:
a. Status mekanisme pertahanan
¡ Pertahanan primer tidak adequat (kulit/mukosa rusak, jaringan trauma, obstruksi aliran limfe, gangguan peristaltik, penurunan mobilitas)
¡ Pertahanan sekunder tidak adequat (penurunan Hb, supresi SDP, supresi respon inflamasi, leukopenia)
b. Kerentanan klien
§ Usia
Bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir mempunyai antibody dari ibu, sedangkan system imunnya masih imatur. Seiring bertumbuhnya anak, sistem imun semakin matur, namun bayi masih rentan terhadap organisme penyebab demam, infeksi usus, dan penyakit infeksius lainnya (mumps dan campak). Dewasa awal sistem imun telah memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan, system imun juga mengalami perubahan.
§ Status nutrisi
Pengurangan asupan protein dan dan nutrien lain seperti karbohidrat menyebabkan penurunan pertahanan tubuh. Perawat mengkaji asupan diet klien dan kemampuan klien untuk mengkonsumsi makanan (ada tidak gangguan dalam proses menelan maupun sistem pencernaannya).
§ Stress
Tubuh berespon terhadap stess emosi atau fisik melalui sindrom adaptasi umum. Jika stess terus berlangsung, kadar kortison yan tinggi menyebabkan daya tahan tubuh menurun.
§ Hereditas
Kelainan hereditas tertentu mengganggu pertahanan individu terhadap infeksi.
§ Proses penyakit
Klien yang sakit pada system imun berisiko terutama terhadap infeksi. Klien yang mengalami sakit komplek (komplikasi) lebih berisiko terhadap infeksi.
§ Terapi medis
Beberapa obat dan terapi medis mempengaruhi system imun. Perawat perlu mengkaji obat yang dikonsumsi klien.

c. Penampilan klinis
Tanda dan gejala infeksi bisa berupa infeksi lokal maupun sistemik. Perawat perlu mengkaji tanda yang muncul pada klien.
d. Data laboratorium
Perawat mengkaji hasil pemeriksaan laboratorium klien.

Diagnosa
• Risiko infeksi b.d gangguan imunitas
• Risiko infeksi b.d kerusakan jaringan
• Risiko cidera b.d gangguan imunitas
• Kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi
• Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kebiasaan diet yg buruk
• Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan fungsi GI

Perencanaan
Tujuan umum dari perawatan termasuk hal berikut:
l Pencegahan paparan terhadap organisme infeksius
l Memantau & menurunkan penyebaran infeksi
l Mempertahankan resistensi terhadap infeksi
l Klien & keluarga belajar tentang kontrol infeksi

Implementasi
l Pencegahan penyakit (menghancurkan reservoar infeksi, mengontrol portal keluar dan masuk, menghindari tindakan penularan, mencegah bakteri menemukan tempat untuk tumbuh)
l Tindakan perawatan akut (pemberian antibiotik yg tepat dan tindakan perawatan lainnya)

Kontrol agen infeksius:
l Pembersihan
Membuang semua material asing seperti kotoran dan materi organic dari suatu obyek.
l Desinfeksi
Merupakan proses memusnahkan bakteri, kecuali bagian spora
l Sterilisasi
Penghancuran dan pemusnahan seluruh mikroorganisme, termasuk spora.

Kontrol reservoar
l Mandi secara teratur
l Mengganti balutan yang basah atau kotor
l Benda terkontaminasi dibuang pada tempat yang tepat
l Jarum terkontaminasi dibuang pada tempat yang tepat
l Luka bedah dirawat dengan benar
l Perawatan botol & kantong drainase
l Pertahankan larutan dalam botol

Pengendalian penularan:
Cuci tangan
Menghindari penggunaan alat yg sama pada beberapa pasien
Menghindari benda kotor menyentuh seragam perawat
Instruksikan pengunjung untuk cuci tangan sebelum mengunjungi klien
Biasakan klien untuk cuci tangan

Kontrol terhadap portal masuk
Mempertahankan integritas kulit & membran mukosa
Kulit dijaga tetap lembab
Pengaturan posisi
Lakukan hygiene oral
Hati-hati dlm merawat luka
Hati-hati dalam membuang alat-alat medis sekali pakai

Perlindungan terhadap penjamu yang rentan:
Tindakan isolasi
Pertahankan status nutrisi
Pertahankan personal hygiene
Berikan dukungan sosial pd klien yg diisolasi
Lingkungan protektif

Perlindungan terhadap pekerja:
• Gown
• Masker
• Sarung tangan
• Kacamata pelindung
• Pengumpulan spesimen
• Membungkus barang atau linen

Evaluasi
Evaluasi tindakan/implementasi yang telah dilakukan, apabila tindakan belum bisa menyelesaikan masalah maka tindakan keperawatan diteruskan, bila masalah sudah teratasi, tindakan dihentikan. Misalnya, jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien. Tidak menggunakan satu alat secara berturut-turut pada beberapa pasien tanpa dibersihkan dengan baik lebih dahulu setelah dipakai pada seorang pasien. Memandikan dan membersihkan pasien jangan dianggap pekerjaan rutin yang harus diselesaikan selekasnya, tetapi harus dikerjakan dengan penuh tanggung jawab akan keselamatan pasien terhadap ancaman infeksi nosokomial. Untuk ikut serta mencegah timbulnya resistensi bakteri dan fungi terhadap antibiotik, gunakanlah antibiotik secara bertanggung jawab, yaitu hanya terhadap bakteri dan fungi yang rentan, dan dalam jumlah yang memadai serta di bawah pengawasan dokter.
Pengkajian Sistem Nafas
By : Irman Somantri, S.Kp. M.Kep

1. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat perawatan dahulu, riwayat keluarga dan riwayat psikososial.

Riwayat kesehatan dimulai dari biografi klien, dimana aspek biografi yang sangat erat hubungannya dengan gangguan oksigenasi mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja) dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal serta apakah klien tinggal sendiri atau dengan orang lain yang nantinya berguna bagi perencanaan pulang (“Discharge Planning”).

a. KELUHAN UTAMA
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien gangguan kebutuhan oksigen dan karbondioksida antara lain : batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
1) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering.
2) Peningkatan Produksi Sputum.
Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan tenggorok. Trakeobronkial tree secara normal memproduksi sekitar 3 ons mucus sehari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal (“Normal Cleansing Mechanism”). Tetapi produksi sputum akibat batuk adalah tidak normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau dan jumlah dari sputum karena hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan dari proses patologik. Jika infeksi timbul sputum dapat berwarna kuning atau hijau, sputum mungkin jernih, putih atau kelabu. Pada keadaan edema paru sputum akan berwarna merah mudah, mengandung darah dan dengan jumlah yang banyak.
3) Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ?. kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
4) Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru.
5) Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.

b. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan tentang :

1) Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
a) Usia mulainya merokok secara rutin.
b) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
c) Usia melepas kebiasaan merokok.
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
4) Tempat tinggal

c. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :
1) Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.

2. REVIEW SISTEM (Head to Toe)
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah.
4) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar, lesi, massa, gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
6) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD
8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1 : 2 sampai 5 : 7, tergantung dari cairan tubuh klien.
9) Kelainan pada bentuk dada :
a) Barrel Chest
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan diameter AP : T (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.
b) Funnel Chest (Pectus Excavatum)
Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c) Pigeon Chest (Pectus Carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.
d) Kyphoscoliosis
Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.
Kiposis : meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis menyebabkan klien tampak bongkok.
Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebral
10) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
11) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.

b. Palpasi
• Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
• Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
• Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
• Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.

c. Perkusi
• Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
• Jenis suara perkusi :
Suara perkusi normal :
a. Resonan (Sonor)
b. Dullness
c. Tympany : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.

: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.
: musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
Suara Perkusi Abnormal :
a. Hiperresonan

b. Flatness : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.
: sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya seluruhnya berisi jaringan.

d. Auskultasi
• Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.
• Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih
• Suara nafas normal :
a) Bronchial : sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.
b) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.
c) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
Suara nafas tambahan :
d) Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara nyaring, musikal, suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit.
e) Ronchi : terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengar perlahan, nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum
f) Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara : kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat bernafas dalam.
g) Crackles
• Fine crackles : setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
• Coarse crackles : lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan berubah ketika klien batuk.

3. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
• Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stress.
• Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau ketidakmampuan.
• Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dgn Gangguan Sistem Pernafasan
1. RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat perawatan dahulu, riwayat keluarga dan riwayat psikososial.

Riwayat kesehatan dimulai dari biografi klien, dimana aspek biografi yang sangat erat hubungannya dengan gangguan oksigenasi mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja) dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal serta apakah klien tinggal sendiri atau dengan orang lain yang nantinya berguna bagi perencanaan pulang (“Discharge Planning”).

a. KELUHAN UTAMA
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien gangguan kebutuhan oksigen dan karbondioksida antara lain : batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
1) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering.
2) Peningkatan Produksi Sputum.
Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan tenggorok. Trakeobronkial tree secara normal memproduksi sekitar 3 ons mucus sehari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal (“Normal Cleansing Mechanism”). Tetapi produksi sputum akibat batuk adalah tidak normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau dan jumlah dari sputum karena hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan dari proses patologik. Jika infeksi timbul sputum dapat berwarna kuning atau hijau, sputum mungkin jernih, putih atau kelabu. Pada keadaan edema paru sputum akan berwarna merah mudah, mengandung darah dan dengan jumlah yang banyak.
3) Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ?. kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
4) Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru.
5) Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.
b. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan tentang :
Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
a) Usia mulainya merokok secara rutin.
b) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
c) Usia melepas kebiasaan merokok.
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
4) Tempat tinggal

c. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :
1) Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.

2. REVIEW SISTEM (Head to Toe)
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah.
4) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar, lesi, massa, gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
6) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation
hiperkapnia = PaCo2 meningkat, Hipokapnia = PaCo2 menurun
faktor yang mempengaruhi respirasi :
1. Faktor Ketinggian : maksudnya, pada area/daerah tinggi maka tekanan PO2 lebih rendah, sehingga mengakibatkan individu dipaksa untuk dapat meningkatkan kinerja sistem pernafasanya untuk menarik nafas
2. Lingkungan : pada daerah panas mengakibatkan vasodilatasi, sedangkan dingin vasokonstriksi, hal ini secara langsung berpengaruh terhadap peningkatan/penurunan Cardiac Output...(Silahkan anda kaji mana yang meningkatkan/menurunkan hal tersebut)
3. Emosi : pada kondisi emosi aldosteron diproduksi mengakibatkan vasokonstriksi perifer dan peningkatan kerja jantung (lalu hubungannya dengan pernafasan ?)
4. Akiifas dan istirahat
5.Kondisi kesehatan : terutama penyakit yang menyerang jantung dan paru
6. Kebiasaan hidup
rumus asidosis
keseimbangan berada pada H2CO3,dengan rumus CO2 + H2O Û H2CO3 Û H+ + HCO3-, artinya ketika tubuh mengalami sesak (hipoventilasi) tubuh akan kesulitan mengeluarkan CO2 sehingga CO2 dalam tubuh meningkatdengan terjadinya peningkatan CO2 maka nilai H2 CO3nya meningkat (asidosis), hal tersebut dikompensasi oleh tubuh dengan melepaskan H+ sehingga terlepaslah HCO3-
Irman Somantri: data lab yang dapat kita lihat adalah nilai HCO3- nya meningkat (Alkalosis metabolik)
Irman Somantri: begitupun sebaliknya
Occular damage
kadar oksigen yang tinggi dimana dengan kondisi suhu yang kurang terlembabkan akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi terutama pada pembuluh perifer yang rapuh sehingga jika kita lihat di area mata, dimana pembuluh darahnya rapuh, darah akan mengalir melalui jaringan interstitial jadi terlihat oleh kita matanya berwarna merah berhubung saya ada kelas, pertemuan hari ini saya stop dulu terimakasih atas perhatiannya terutama bagi yang telah aktif memberikan masukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
MASALAH GANGGUAN PERTUKARAN GAS
A.

PENGKAJIAN

1. RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu.
Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik
dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat
perawatan dahulu, riwayat keluarga dan riwayat psikososial.
Riwayat kesehatan dimulai dari biografi klien, dimana aspek biografi yang sangat erat
hubungannya dengan gangguan oksigenasi mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan
(terutama yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja) dan tempat tinggal.
Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal serta apakah klien tinggal
sendiri atau dengan orang lain yang nantinya berguna bagi perencanaan pulang
(“Discharge Planning”).

a. KELUHAN UTAMA
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan
klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien
gangguan kebutuhan oksigen dan karbondioksida antara lain : batuk, peningkatan
produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
1) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan.
Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga
bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam
hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan
batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering.
2) Peningkatan Produksi Sputum.

Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau
bersihan tenggorok. Trakeobronkial tree secara normal memproduksi sekitar 3
ons mucus sehari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal (“Normal
Cleansing Mechanism”). Tetapi produksi sputum akibat batuk adalah tidak
normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau dan jumlah dari sputum
karena hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan dari proses patologik. Jika
infeksi timbul sputum dapat berwarna kuning atau hijau, sputum mungkin
jernih, putih atau kelabu. Pada keadaan edema paru sputum akan berwarna
merah mudah, mengandung darah dan dengan jumlah yang banyak.
3) Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan
merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan
klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia
mengalami dyspnea ?. kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal
dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan
gagal jantung kiri.
4) Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat
mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau
perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena
darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang
menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB
Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru,
pneumonia, kanker paru dan abses paru.
5) Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru.
Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk
membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal.
Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot,
pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan
perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang
berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.

b. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum
perawat menanyakan tentang :
1) Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paruparu,
emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang
menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
a) Usia mulainya merokok secara rutin.
b) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
c) Usia melepas kebiasaan merokok.
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
4) Tempat tinggal
Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya
tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya
memperburuk penyakit tersebut.

c. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru
sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :
1) Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang
ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang
terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi
keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik
keluarga atau kenalan dekat.
2. REVIEW SISTEM (Head to Toe)
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah.
4) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar, lesi, massa,
gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
6) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering
ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD
8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan
diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1 : 2 sampai 5 : 7,
tergantung dari cairan tubuh klien.
9) Kelainan pada bentuk dada :
a) Barrel Chest
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan diameter
AP : T (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.
b) Funnel Chest (Pectus Excavatum)
Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan
menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan murmur.
Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat
kecelakaan kerja.
c) Pigeon Chest (Pectus Carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana terjadi
peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.
d) Kyphoscoliosis
Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu
pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan
kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.
Kiposis : meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis
menyebabkan klien tampak bongkok.
Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi
vertebral
10) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
11) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
· Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/tactile
premitus (vibrasi).
· Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti
: massa, lesi, bengkak.
· Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
· Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
c. Perkusi
· Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang
ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
· Jenis suara perkusi :
Suara perkusi normal :
a. Resonan
(Sonor)
b. Dullness
c. Tympany
: bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.
: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.
: musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
Suara Perkusi Abnormal :
a. Hiperresonan
(Hipersonor)
b. Flatness
: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan
timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.
: sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi.
Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya
seluruhnya berisi jaringan.

d. Auskultasi
· Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara
nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.
· Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari
laring ke alveoli, dengan sifat bersih
· Suara nafas normal :
a) Bronchial : sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini
dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar
keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih
panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut.
Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.
b) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan
vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang.
Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah
thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.
c) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi
lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
Suara nafas tambahan :
d) Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara
nyaring, musikal, suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran
udara melalui jalan nafas yang menyempit.
e) Ronchi : terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara
terdengar perlahan, nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan
dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum
f) Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara :
kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah
pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat bernafas dalam.
g) Crackles
· Fine crackles : setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter
suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab
di alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
· Coarse crackles : lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah,
kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi
pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan berubah ketika klien batuk.

3. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
· Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh
terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stress.
· Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga
dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau
ketidakmampuan.
· Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien
terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan gangguan oksigenasi yang mencakup
ventilasi, difusi dan transportasi, sesuai dengan klasifikasi NANDA (2005) dan
pengembangan dari penulis antara lain :
1. Proses Ventilasi
Diagnosa Keperawatan : Bersihan Jalan nafas tidak efektif
Adalah suatu kondisi dimana individu tidak mampu untuk batuk secara efektif.
2. Proses Difusi
Diagnosa Keperawatan : Kerusakan pertukaran gas
Kondisi dimana terjadinya penurunan intake gas antara alveoli dan sistem vaskuler
3. Proses Transportasi Gas
Diagnosa Keperawatan : Pola nafas tidak efektif
Adalah Suatu kondisi tidak adekuatnya ventilasi berhubungan dengan perubahan pola
nafas. Hiperpnea atau hiperventilasi akan menyebabkan penurunan PCO2
Diagnosa tambahan :
4. Intoleran Aktifitas
Adalah : penurunan kapasitas fisiologis seseorang untuk mempertahankan aktivitas
sampai tingkat yang diinginkan atau diperlukan.
5. Penurunan Curah Jantung
Adalah : keadaan dimana individu mengalami penurunan jumlah darah yang
dipompakan jantung, mengakibatkan penurunan fungsi jantung.
6. Risiko terhadap aspirasi
Adalah : suatu kondisi dimana individu berisiko untuk masuknya sekret, benda padat
atau cairan kedalam saluran trakeobronkial.

C. PERENCANAAN
Rencana yang dapat dilakukan untuk mempertahankan respirasi normal adalah (diadopsi
dari beberapa sumber) :

1. INTERVENSI UMUMa. Posisi
Posisi klien dengan masalah respiratory biasanya lebih nyaman jika mereka
diberikan posisi semi fowler/fowler. Elevasi kepala dan leher akan meningkatkan
ekspansi paru dan meningkatkan efisiensi otot pernafasan.
b. Kontrol Lingkungan
Penyebab tunggal yang penting yang menyebabkan iritasi saluran respirasi adalah
merokok. Pada saat merawat klien dengan gangguan respiratory, tempatkan klien
pada lingkungan yang bebas pollutans.
c. Aktifitas dan Istirahat.
Beberapa penyakit akut seperti influenza, memerlukan bedrest untuk beberapa hari
sebelum aktifitas normal kembali.
d. Oral Hygiene.
Banyak klien yang kesulitan bernafas, mereka bernafas melalui mulut sehingga
mukosa mulut menjadi kering dan berisiko akan menjadi stomatitis. Batuk sering
terjadi dan sputum dapat menjadi kering. Atas dasar alasan tersebut oral hygiene
penting untuk klien dengan masalah respiratory. Pembersihan mulut akan
mengurangi rasa dan bau yang tidak sedap. Penggunaan antiseptik akan menolong
mengurangi jumlah kuman patogen pada kavum oral, sehingga akan menolong
mencegah infeksi.
e. Hidrasi Adekuat
Pemberian cairan sangat dianjurkan terutama dengan memberikan air hangat,
dikarenakan dengan hal tersebut akan merangsang pengenceran sekret pada saluran
nafas dengan melalui proses konduksi dari cairan hangat untuk menghangatkan area
saluran pernafasan yang banyak mengandung pembuluh darah untuk menimbulkan
efek vasodilatasi sehingga cairan dari pembuluh darah tersebut dapat diserap oleh
sekret, selain itu dalam air hangat akan mengandung uap air yang secara langsung
terhirup saat klien bernafas dan langsung mengencerkan dahak. Hidrasi yang
optimal berguna untuk :
1) Menolong mengencerkan sekresi bronchopulmonary sehingga akan mudah
dikeluarkan.
2) Mencegah konstipasi dan ketidakseimbangan cairan.
Anjurkan klien untuk minum 3000 – 4000 cc/hari. Sebelum menganjurkan klien
meminum air sebanyak itu, perhatikan bahwa klien tidak mempunyai gangguan
pada jantung dan ginjal.
f. Pencegahan dan Kontrol Infeksi
Superinfeksi akan timbul jika penggunaan obat untuk penanganan infeksi, juga
menghancurkan flora normal tubuh. Pada keadaan penurunan pertahanan diri alami
ini, infeksi sekunder atau superinfeksi dapat timbul dan berkembang. Infeksi
nosokomial terjadi akibat kontaminasi peralatan yang menunjukkan kesalahan
dalam prosedur.
g. Support Psikososial
Menurunkan kecemasan sangat penting karena kecemasan akan memperburuk
gejala seperti dyspnea dan bronchospasme.

2. RESPIRATORY PHARMACOLOGIC AGENTS.
a. Antimicrobials (Antibiotik)
Biasanya ampicillin dan tetracycline dapat digunakan untuk mengobati infeksi paru.
Meskipun begitu penyebab yang sering pada infeksi saluran respirasi adalah virus.
Pengobatan untuk infeksi virus adalah simptomatik.
b. Bronchodilators
Bekerja langsung pada otot bronchus untuk mengurangi bronchospasme. Biasanya
dibedakan menjadi 2 grup yaitu :
1) b-adrenergics, seperti : albuterol (ventolin)
2) Theophyline, seperti aminophyline
Efek samping yang biasa terjadi adalah peningkatan heart rate, palpitasi,
nervousness, tremor, nausea dan anorexia.
c. Adrenal Glucocorticoids (Prednison)
Digunakan untuk mengurangi inflamasi, dengan cara mempertebal dinding
bronchial dan menurunkan ukuran dari lumen bronchial.
d. Antitusive
Antitusive berfungsi untuk menghambat refleks batuk pada pusat batuk. Seperti
benzinatate (Tessalon), codein phosphate, dextrometorphan hydrobromida
(robitusin DM) dan hydrocodone bitartrate (hycodan).
e. Mucolitycs
Membantu mengencerkan sekresi pulmonal sehingga dapat diekspektorasikan. Obat
ini diberikan kepada klien dengan sekresi mukus yang abnormal, kental pada
penyakit akut dan kronik seperti pneumonia, bronchitis, tuberkulosa serta cystic
fibrosis. Acetilcystein (Mucomyst) berbentuk aerosol untuk mengurangi kekentalan
dari sekresi. Karena acetilcystein ini menyebabkan bronchospasme maka digunakan
bersama-sama dengan bronchodilator aerosol.
f. Antiallergenics
Cromolyn Sodium (Intal) merupakan antialergen yang khusus untuk klien dengan
asthma. Dia menstabilkan mast sel, menghambat pelepasan mediator type I dari
reaksi alergi (histamin dan Slow-Reacting Substance of Anaphylaxis [SRS-A])
g. Vasoconstrictor dan Decongestan
Pengobatan pada klasifikasi ini mungkin digunakan untuk mengobati reaksi alergi.
Pengobatan ini diberikan dengan beberapa jalan :
1) Topical
2) Parenteral
3) Oral
Contoh decongestan : ephedrine sulfate dan phenylephrine hydrochloride.

3. TERAPI RESPIRASI
a. Memfasilitasi Batuk Efektif dan Nafas Dalam
Batuk efektif adalah tindakan yang diperlukan untuk membersihkan sekresi. Tujuan
nafas dalam dan batuk adalah untuk meningkatkan ekspansi paru, mobilisasi sekresi
dan mencegah efek samping dari retensi sekresi.
Idealnya klien pada posisi duduk tegak pada tepi tempat tidur atau kursi dengan
kaki disokong. Klien dianjurkan untuk mengambil nafas dalam perlahan, menahan
sedikitnya 3 detik dan mengeluarkannya perlahan. Bila sekresi terdengar, kemudian
batuk dimulai pada inspirasi maksimum.
Batuk yang efektif sangat penting karena dapat meningkatkan mekanisme
pembersihan jalan nafas (“Normal Cleansing Mechanism”). Batuk yang tidak
efektif akan dapat menyebabkan efek yang merugikan pada klien dengan penyakit
paru kronik berat, seperti :
1) Kolaps saluran nafas
2) Ruptur dinding alveoli
3) Pneumothoraks
Pelaksanaan Tindakan :
Berikan contoh oleh perawat tentang pelaksanaan dari latihan tersebut. Tempatkan
telapak tangan di bawah pada garis tulang iga dan menarik nafas secara perlahan
sampai ekspansi dada tercapai. Tahan nafas beberapa saat dan hembuskan nafas
melalui mulut. Ekhhalasi (hembuskan) nafas dilanjutkan sampai dengan kontraksi
maksimum dada tercapai.
Jumlah dari pernafasan dan frekuensi latihan bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
Klien bedrest atau klien penyembuhan setelah operasi abdominal atau bedah dada
memerlukan latihan nafas dalam sekitar 3-4 kali perhari. Pada setiap sesi, klien
harus dapat melakukan pernafasan dalam minimum 5 kali. Klien dengan masalah
pulmonary harus melakukan latihan nafas dalam setiap jam. Batuk secara volunter
bersamaan dengan nafas dalam akan dapat memfasilitasi pergerakan dan
ekspektorasi dari sekresi saluran pernafasan. Batuk akan lebih efektif ketika klien
duduk. Setelah inhalasi dalam, klien batuk dengan menggunakan kekuatan,
menggunakan otot abdominal dan otot asesori pernafasan lain.

4. Fisioterapi Dada/Chest Physiotherapy
Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dada dan vibrasi dada. Biasanya
ketiga metode digunakan pada posisi drainase paru yang berbeda diikuti dengan nafas
dalam dan batuk.
Perkusi dada meliputi pengetokan dinding dada dengan tangan. Untuk melakukan
perkusi dada, tangan dibentuk seperti mangkuk dengan memfleksikan jari dan
meletakkan ibu jari bersentuhan dengan jari telunjuk. Perkusi dinding dada secara
mekanis akan melepaskan sekret.
Vibrasi digunakan untuk meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara ekshalasi untuk
menghilangkan sekret. Teknik ini dilakukan dengan meletakkan tangan berdampingan
dengan jari-jari ekstensi di atas area dada. Setelah klien melakukan inhalasi dalam, ia
melakukan ekshalasi perlahan. Selama ekshalasi dada divibrasi dengan kontraksi dan
relaksasi cepat pada otot lengan dan bahu perawat.
Postural drainase merupakan pemberian posisi terapeutik pada klien untuk
memungkinkan sekresi paru mengalir berdasarkan gravitasi ke dalam bronkus mayor
dan trakea. Dalam pelaksanaannya postural drainase menggunakan posisi yang khusus
untuk mengalirkan sekresi, dengan menggunakan pengaruh gravitasi. Postural drainase
ini dilakukan untuk :
a. Menggerakkan sekresi yang terakumulasi pada klien dengan masalah respirasi
b. Mencegah akumulasi sekresi pada klien yang tidak sadar atau yang diberikan
ventilasi mekanis.
Seringkali, tindakan postural drainase dilakukan sebanyak 2-3 kali perhari, tergantung
seberapa banyak kongesti yang terjadi. Waktu yang terbaik untuk dilakukan tindakan
adalah : sebelum sarapan, sebelum makan siang, sore hari atau sebelum tidur. Penting
sekali menghindari tindakan beberapa saat setelah makan, karena tindakan postural
drainase pada waktu tersebut dapat merangsang muntah.

Terdapat 3 kategori posisi dalam pelaksanaan postural drainage, yaitu :
1. Posisi yang mendrainase segmen atas atau lobus atas paru.
2. Posisi yang mendrainase segmen tengah paru (hanya pada paru kanan).
3. Posisi yang mendrainase segmen basal paru atau lobus bawah.
Gambar 10 : Posisi Postural Drainage
(Sumber : Smeltzer, S.C., & Barre, B.G., (1995)

5. Oksigen
Oksigen tambahan diberikan untuk beberapa klien yang mengalami hipoksemia.
Diberikan ketika hipoksemia timbul atau dicurigai akan timbul dimana dengan
hipoksemia tertanggulangi maka hipoxia akan dapat dicegah.

Terdapat 3 indikasi utama untuk pemberian oksigen :
a. Menurunnya Arterial Blood Oxygen.
b. Meningkatnya kerja nafas
c. Kebutuhan untuk menurunkan kerja myocardial.
Meskipun secara umum terapi oksigen ini aman digunakan, tetapi terdapat beberapa
komplikasi yang dapat timbul akibat dari pemberian oksigen tambahan :
a. Oxygen-induced Hypoventilation
b. Oxygen Toxicity.
c. Atelektasis
d. Occular Damage.
Sistem pemberian oksigen secara tradisional dibagi menjadi sistem aliran tinggi dan
aliran rendah. Alat oksigen aliran rendah bekerja dengan memberikan oksigen pada
frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi klien. Sisa volume ditarik dari udara
ruangan. Alat oksigen aliran rendah cocok untuk klien dengan pola nafas, frekuensi dan
volume ventilasi normal yang stabil. Alat-alat oksigen aliran rendah : kanula nasal,
masker sederhana, rebreather dan Non-rebreather.
Alat oksigen aliran tinggi memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk
memberikan 2 atau 3 kali volume inspirasi klien. Alat ini cocok untuk klien dengan
pola nafas pendek dan klien dengan PPOM yang mengalami hipoxia, klien yang sangat
sensitif terhadap peningkatan oksigen dimana pada klien tersebut akan terjadi
peningkatan PaO2 dan pada waktu yang sama PaCO2 juga meningkat secara drastis.
Dengan kata lain pada klien tersebut hipoxia dapat teratasi tetapi pernafasan berhenti.
Alat-alat oksigen aliran tinggi adalah : masker venturi, masker aerosol, collar
trakeostomi, T-Piece, sungkup.
Gambar 11 : Posisi Penempatan Selang Oksigen
(Sumber : Ozoneservices.com)

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAFASAN

A. Persiapan
1. Siapkan peralatan : baju periksa, selimut, stetoskop, senter, pena, penggaris, sarung
tangan (tambahan), masker (tambahan).
2. Cuci tangan
3. Jelaskan prosedur kepada klien
4. Anjurkan klien menanggalkan baju sampai pinggang dan mengenakan baju periksa.
5. Pastikan ruang periksa cukup penerangan dan hangat serta bebas dari gangguan
lingkungan.
B. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
1. Jaga privasi klien
2. Pemeriksaan harus terorganisasi dengan baik untuk menghemat tenaga klien.
3. Klien mungkin batuk dan bersin selama pemeriksaan, oleh karena itu gunakan
“universal precautions”.
C. Langkah-Langkah Pemeriksaan
Pengkajian awal
· Lakukan pengkajian cepat tentang klien untuk menentukan kemampuan klien
berpartisipasi dalam pemeriksaan.
· Inspeksi penampilan umum secara keseluruhan dan posisi klien. Beri perhatian khusus
terhadap usaha bernafas, warna kulit wajah dan ekspresinya, bibir, oot-otot yang
digunakan, pergerakan dada dalam tiga bagian thorax (anterior, posterior dan lateral).

1. Inspeksi Thorax
a. Atur Posisi Klien
· Mulai pemeriksaan dengan klien pada posisi duduk dengan semua pakaian
dibuka sampai pinggang
b. Hitung Pernafasan Selama Satu Menit Penuh
· Jika menghitung pernafasan; observasi laju pernafasan, ritme dan kedalaman
siklus pernafasan
· Observasi pergerakan dada pada tiga bagian thorax
· Konfirmasi bahwa pernafasan tenang, simetris dan tanpa usaha
· Sebelum dilanjutkan pada langkah selanjutnya, minta klien untuk menarik nafas
dalam dan observasi keterlibatan otot-otot.
c. Inspeksi Warna Kulit
· Konfirmasi warna kulit dada (anterior, posterior dan lateral) konsisten dengan
warna tubuh bagian tubuh lainnya.
d. Inspeksi Konfigurasi Dada
· Bandingkan diameter diameter dengan anteroposterior tranversal. Seharusnya
diameter ini kurang lebih 1 : 2 pada orang dewasa. Bayi baru lahir memiliki
dada yang lebih bulat daripada orang dewasa dan diameternya sama.
e. Tentukan Kesimetrisan Dada Inspeksi Struktur Skeletal
· Pemeriksa berdiri di belakang klien dan gambarkan garis imaginer sepanjang
batas superior skapula dari akromion kanan sampai akromion kiri. Garis ini
harus tegak lurus dengan garis vertebra.

2. Palpasi Thorax Posterior
a. Palpasi secara dangkal bagian posterior thorax
· Kaji besar otot daerah tepat di bawah kulit
· Palpasi dada dengan cara teratur menggunakan telapak tangan
Harus diingat untuk mengkaji daerah superior skapula, sampai dengan tulang rusuk
ke-12 dan dilanjutkan sejauh mungkin pada garis midaksila pada kedua sisi.
b. Palpasi dan hitung jumlah tulang rusuk dan sela interkostal
· Minta klien untuk fleksi leher, maka processus spinalis cervical ke-7 akan
terlihat
· Bila pemeriksa memindahkan tangan sedikit ke kiri dan kanan dari processus,
pemeriksa akan merasakan tulang rusuk pertama.
· Hitung tulang rusuk dan sela interkostal dan tetap dekat pada garis vertebra.
c. Palpasi tiap-tiap processus spinalis dengan gerakan ke arah bawah.
Observasi bahwa jari tangan pemeriksa akan turun membentuk garis lurus. Bila
tidak lurus dapat menunjukkan adanya skoliosis.
d. Palpasi thorax posterior untuk mengukur ekspansi pernafasan.
· Letakkan tangan setingkat dengan tulang rusuk ke 8-10. Letakkan kedua ibu jari
dekat dengan garis vertebra dan tekan kulit secara lembut diantara kedua ibu
jari. Pastikan telapak tangan bersentuhan dengan punggung klien.
· Mintalah klien untuk menarik nafas dalam. Pemeriksa seharusnya merasakan
tekanan yang sama di kedua tangan dan tangan pemeriksa bergerak menjauhi
garis vertebra.
e. Palpasi untuk menilai “Tactile Fremitus”
Fremitus adalah vibrasi yang dirasakan di luar dinding dada saat klien bicara.
Vibrasi paling besar dirasakan didaerah saluran nafas yang berdiameter besar
(trakea) dan hampir tidak ada pada alveoli paru-paru.
· Gunakan daerah sendi metacarpophalangeal atau permukaan luar dari tangan
pada saat memeriksa.
· Mintalah klien untuk mengulangi kata “ninety-nine” atau “tujuh puluh tujuh”.

3. Perkusi Thorax Posterior
a. Visualisasikan penunjuk daerah thorax.
· Sebelum melakukan perkusi, visualisasikan garis horizontal, garis vertikal,
tingkat diafragma dan fissura paru-paru untuk identifikasi lobus paru.
b. Atur posisi klien
· Bantu klien membungkuk ke depan sedikit dan melebarkan bahu.
c. Perkusi daerah paru
· Mulailah perkusi pada daerah apex paru-paru dan bergerak ke apex paru kanan.
· Gerakan ke dalam setiap sela interkostal dengan cara sistematik. Perkusi sampai
ke tulang rusuk yang paling bawah dan pastikan untuk melakukannya sampai ke
garis midaksila kiri dan kanan.
Perhatian : Jangan melakukan perkusi di atas vertebral, skapula atau tulang rusuk.
Akan terdengar suara datar bila perkusi di atas tulang. Pada orang yang sehat,
perkusi pada daerah paru akan menghasilkan suara resonan.
d. Perkusi untuk menentukan pergerakan atau ekskursi diafragma
· Mulailah dengan melakukan perkusi pada sela interkostal ke tujuh ke arah
bawah sepanjang garis skapula sampai batas diafragma. Resonan akan berubah
menjadi “dullness”
· Beri tanda pada kulit
· Mintalah klien untuk menarik nafas dalam dan menahannya.
· Perkusi kembali ke arah bawah dari kulit yang bertanda sampai terdengar lagi
suara dullness.
· Beri tanda pada kulit yang kedua kalinya.
· Anjurkan klien untuk menarik nafas secara normal beberapa kali.
· Sekarang mintalah klienuntuk bernafas normal dan keluarkan nafas sebanyakbanyaknya
dan kemudian tahan nafas.
· Perkusi ke arah atas sampai pemeriksa mendengar suara resonan, beri tanda dan
anjurkan klien untuk bernafas secara normal. Pemeriksa akan mendapatkan tiga
tanda pada kulit sepanjang garis skapula.
· Ulangi prosedur pada sisi lain.
Jarak antara no 2 dan 3 dapat berkisar antara 3 – 6 cm pada orang dewasa sehat.
· Kembalikan klien pada posisi duduk yang nyaman.

4. Auskultasi Thorax Posterior
a. Visualisasi “Landmark” daerah thorax
· Sebelum auskultasi thorax posterior dilakukan, visualisasikan landmark daerah
tersebut seperti sebelum perkusi.
b. Auskultasi Trakea
· Dengan menggunakan tekanan yang tegas, letakkan diafragma stetoskop sejalan
dengan bernafasnya klien secara perlahan dengan mulut terbuka.
· Mulailah pada garis vertebra Cervicalis dan turun ke bawah sampai Thoracalis.
disini pemeriksa akan melakukan auskultasi trakea dan suara yang terdengar
adalah Bronkial.
c. Auskultasi Bronkus
· Pindahkan stetoskop ke kiri dan kanan garis vertebra setinggi T3-T5. Disini
tepat berada pada bronkus kiri dan kanan, dan suara yang terdengar adalah
Bronkovesikular.
d. Auskultasi Paru-paru
· Auskultasi dilakukan dengan pola yang sama seperti yang digunakan pada
perkusi paru-paru.
· Mulai auskultasi pada bagian apek paru kiri dan lanjutkan seperti pola perkusi.
Pemeriksa akan mendengar suara Vesikular.
· Dengarkan pula suara-suara tambahan yang mendahului pada siklus inspirasi
dan ekspirasi. Bila terdengar adanya suara nafas tambahan, catat lokasi,
kualitas, lama dan waktu terjadinya selama siklus pernafasan.

5. Palpasi Thorax Anterior
a. Atur posisi klien : klien biasanya pada posisi supine untuk palpasi thorax anterior,
akan tetapi beberapa ahli menyukai posisi duduk.
b. Tentukan lokasi Landmark daerah thorax anterior
· Tentukan lokasi suprasternal notch dengan jari tangan. Palpasi turun ke bawah
dan identifikasi batas-batas bawah manubrium pada Angle of Louis.
· Palpasi secara lateral dan temukan tulang rusuk kedua pada ICS kedua. Hitung
tulang rusuk dekat dengan batas sternum.
· Palpasi jaringan otot dan jaringan tepat di bawah kulit.
c. Palpasi thorax anterior untuk mengukur ekspansi pernafasan.
 Letakkan tangan pada dinding anterior dada tepat dibawah batas costae dengan
ibu jari sedikit terpisah pada garis midsternum.
 Tekan kulit diantara ibu jari seperti pada waktu melakukan palpasi dinding
posterior.
 Mintalah klien untuk menarik nafas dalam. Observasi pergerakan ibu jari dan
tekanan yang dikeluarkan terhadap tangan pemeriksa.
Jarak antara ibu jari seharusnya melebar secara merata sama dan tekanannya juga
sama.
d. Palpasi untuk mengetahui tactile fremitus pada dinding anterior dada

6. Perkusi Thorax Anterior
a. Visualisasikan landmark daerah thorax anterior.
· Sebelum melakukan perkusi dinding dada anterior, visualisasikan garis vertikal
dan horizontal. Identifikasi lokasi diafragma dan lobus paru.
b. Perkusi daerah paru dengan pola yang teratur.
· Mulailah perkusi pada daerah apex dan lanjutkan sampai setinggi diafragma.
Lanjutkan perkusi ke garis midaksila pada masing-masing sisi. Hindari perkusi
di atas sternum, klavikula, tulang rusuk dan jantung.
· Pastikan jari-jari tangan yang tidak dominan berada pada celah interkostal
sejajar dengan tulang rusuk.
· Jika pada klien wanita memiliki payudara yang besar, mintalah klien untuk
memindahkan payudaranya ke samping (mengatur posisi) selama prosedur ini.
Perkusi di atas jaringan payudara pada wanita akan menghasilkan suara “dull”

7. Auskultasi Thorax Anterior
a. Visualisasikan petunjuk thorax anterior
b. Auskultasi di atas trakea
 Suara akan terdengar di sebelah atas dari jugular (suprasternal) notch
 Suara yang terdengar adalah Bronchial
c. Auskultasi di atas bronkus kiri dan kanan. Daerah ini terdapat pada batas sternum
sebelah kiri dan kanan ICS 2 dan 3. Suara yang terdengar adalah Bronchovesikular.
d. Auskultasi paru-paru.
· Dengarkan suara vesikular. Biasanya terdengar pada daerah parenchime paruparu.
· Sekarang dengarkan bunyi nafas tambahan. Suara ini mendahului inspirasi dan
ekspirasi dari siklus pernafasan.
· Bila pemeriksa mendengar suara nafas tambahan; catat lokasi, kualitas dan
waktu terjadinya selama siklus pernafasan.
Gambar 12 : Lokasi Dilakukan Pemeriksaan Perkusi dan Auskulatasi pada area dada.
(Sumber : Perry & Potter: 2001)

Kepustakaan :

a. Bates, B. (1998). Pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. (edisi 2). Jakarta: EGC
b. Black, J.M., & Jacob, E.M., (1993). Medical Surgical Nursing : a psychophysiologic
approach (4th ed.). Philadelphia : W.B. Saunders Company.
c. Christensen & Kockrow. (1991). Foundation of Nursing. Philadelphia : WB. Saunders
Company.
d. Craven, R.F. & Hirnle, C. (2000). Fundamentals of nursing: Human health and function.
(3rd ed.). Philadelphia: Lippincot.
e. Ganong, W.F. (1995). Review of Medical Phisiology. Philadelphia : J.B. Lippincot
f. Guyton, A.C. (1996). Textbook of Medical Phisiology (9th ed.). Philadelphia : W.B.
Saunders Company.
g. Hudak, C.M., & Gallo, B.M., (1994). Critical Care Nursing :a holistic approach.
Philadelphia : J.B. Lippincot Company.
h. Ignatavicus, D.D., et al. (1995). Medical Surgical Nursing : A nursing process approach
(2nd ed.). Philadelphia : W.B. Saunders Company.
i. Kozier, B., Erb, G., & Oliveri, R. (1996). Fundamentals of nursing: Concepts, process
practice. (4th ed.). California: Addison – Wesley Publishing Co.
j. Long, B.C., (1993) Essential of Medical-Surgical Nursing : a nursing process approach.
St. Louis : The C.V. Mosby Company.
k. Perry, A.G. & Potter, P.A. (2001). Fundamental of nursing: Concepts, process & practice.
(3rd ed). California: Addison Wesley Publishing Co.
l. Smeltzer, S.C., & Barre, B.G., (1995). Textbook of : medical-surgical nursing (8th ed.).
Philadelphia : Lippincot
m. Somantri, I. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
n. Sumber dari media elektronik lainnya